Air mata kota
mengalir jauh ke gua
berbatas muara.
Menjadi genangan,
seperti kenangan
yang tak mau dilupakan.
Tiap malam tangis bergema
di dinding gua.
Siang tiba dengan cahaya,
genangan jadi telaga
tempat orang bersuka.
Air mata
ingin tertawa,
tapi tak bisa.
Ia hanya diam,
menunda tangis
hingga malam.
Ia rindu kotanya,
tapi luka itu
dalam menganga.
(Kai Besar, Oktober 2010)
Sunday, December 11, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment