
Dua pemuda dalam pelarian,
dua raga yang terlantar,
menghitung ketuk malam,
menanti datangnya sinar.
Rambut cepak terbenam
di dada bidang.
Jari-jari kekar
menggenggam telapak kasar.
"Kita tersesat,"
suara besar terdengar.
"Tunggu sampai terang,"
suara berdahak membuat tenang.
Ketuk malam kian kencang,
dingin menyebar di tiap remang.
Dua tubuh kini telanjang,
bukan mengusir bosan.
(Bromo, September 2009)
0 comments:
Post a Comment