
Seorang sahabat ingin kelak anaknya menjadi rockstar :). Saat ia menuliskannya di status facebook, saya hanya tertawa tanpa meninggalkan komentar. Suatu malam di atas mobil, ia kembali mengatakannya : ingin anaknya jadi rockstar yang rajin sholat. Kami semua tertawa. Katanya, dulu dia punya mimpi jadi rockstar. Saat masih SMA, dia pernah bisa main gitar dan manggung bersama bandnya. Uuuh..saya hampir tak percaya. Empat tahun mengenalnya saya baru tahu ia pernah bisa memainkan gitar!
Dulu sekali, saat masih SMP, saya minta dibelikan sebuah gitar. Gitar akustik murahan seharga lima puluh ribu. Saat itu, sama sekali saya tidak berniat jadi musisi apalagi rockstar. Saya hanya pingin bisa main gitar : agar keren, agar serba bisa, agar saya punya sedikit kemampuan di bidang seni. Maklum, saat itu saya : tidak bisa menyanyi, tidak bisa menari, tidak bisa menggambar :P
Saya mulai menghapalkan kunci-kunci, membeli buku kumpulan lagu seharga seribu limaratusan, mencocokkan kunci dengan lirik-liriknya. Saya masih ingat lagu pertama yang saya coba adalah Kemesraan. Berhari-hari saya hanya mencoba lagu itu saja. Seminggu pertama latihan gitar ujung-ujung jari saya bengkak. Ada bekas senar yang menonjol, agak perih kalau disentuh. Kata orang memang begitu saat pertama. Saya terus latihan, dan di minggu kedua bengkak itu hilang dengan sendirinya.
Emm..satu bulan...tiga bulan..enam bulan...saya tak tahu tepatnya kapan..saya mulai malas latihan. Lagu terakhir yang saya mainkan adalah Big Big World nya Emilia. Saya lebih memilih sibuk dengan majalah sekolah, menghapalkan sejarah, atau latihan soal-soal Fisika. Gitar saya hanya tergantung di dinding, berdebu dan ada sarang laba-laba di tengahnya. Seni itu tidak penting, pikir saya. Tidak bisa main gitar tidak akan membuat saya gagal mendapat juara kelas. Apalagi orang-orang selalu bilang saya tidak punya bakat di bidang seni. Ditambah kenyataan selama punya gitar saya hanya bisa memainkan beberapa lagu saja. Bandingkan dengan sepupu saya yang bisa mahir hanya dalam dua hari. Sejak itu saya melupakan seni.
Baru kemudian, saat kuliah, ketika orang-orang tidak ada yang peduli saya juara kelas atau tidak, ketika saya hanya perlu mempelajari apa yang saya suka, otak kanan saya meronta-ronta minta diperhatikan. Saya jatuh cinta setengah mati pada gambar-gambar. Saya mempelajari fotografi, saya datang ke pameran lukisan. Tentu saja saya masih tetap tak bisa menggambar. Saya hanya sedikit bisa memotret, itupun saya rasa (jangan-jangan) bukan karena saya punya nilai estetika tapi karena fotografi berbatas tipis dengan minat saya yang menggebu pada jurnalistik.
Minat saya pada seni semakin menguat setelah saya bekerja dan pindah ke Jakarta. Aneh juga. Banyak orang menjadi pragmatis dan nggak neko-neko saat sudah bekerja. Eee..saya malah sebaliknya. Saya merasa punya utang pada diri saya yang harus saya lunasi mulai saat itu : saat saya tidak tergantung secara finansial pada orang tua, saat saya punya banyak sumber informasi.
Saya membeli kamera profesional, saya datang ke pameran lukisan, saya menonton teater, saya membeli buku gambar dan pulas warna haha! Semuanya seiring dengan pembayaran utang saya untuk membaca banyak buku (saya tak punya uang saat kuliah, jadi tak bisa beli buku :P).
Semuanya semakin menjadi setelah menikah. Suami saya itu, hemm...dia tak bisa menyanyi (kecuali di tempat karaoke), dia tak bisa main musik, dia tak berminat dengan seni rupa...tapi dia seorang penikmat musik yang serius. Iya, saya menggunakan kata serius. Dia mendengarkan banyak lagu, hapal semua liriknya, membandingkan musik yang satu dengan lainnya. Dari dia saya tahu Lennon dan McCartney sedang mempelajari agama Hindu saat menciptakan Across The Universe. Dia juga yang menjawab pertanyaan saya kenapa Sheila on 7 bisa begitu meledak di album pertama namun tak bisa bertahan lama. "Musik 'Dan' itu original, nggak mirip sama lagu apapun. Sayang, setelah itu lagunya ecek-ecek," katanya.
Di antara keseriusannya menikmati musik, suami saya itu punya hobi agak norak : mengoleksi kaos-kaos bergambar grup musik kesukaanya. Diantaranya, dia punya The Beatles, The Police, dan The Who. Meski begitu, jangan mengira dia punya mimpi jadi rockstar. Bidang ini jauh sekali dari apa yang menjadi cita-citanya. Kalaupun ada sedikit keinginan dalam urusan musik, dia cuma ingin suatu saat nanti membuat sebuah artikel tentang musik. Katanya yang berbobot, yang memberi kritik secara berkualitas :P
Nah, gara-gara suami saya ini, saya mulai jatuh cinta pada musik, sebagaimana saya meminati fotografi dan menikmati seni rupa. Karena saya sudah tertinggal jauh sekali, saya memulai dari hal paling dasar : sering-sering mendengarkan musik. Saya juga akan mulai belajar alat musik lagi. Tentu saja jangan berpikir saya sedang bercita-cita jadi penyanyi atau pemain musik. Saya hanya sedang ingin menikmati hidup saja dengan selalu belajar, berkarya dan menikmati karya.
Hemm...kalaupun punya mimpi dalam bidang musik...(hehe jangan tertawa yah).. saya ingin sekali bisa menciptakan lagu :D Memadukan kemampuan saya menulis lirik dengan imajinasi saya terhadap bunyi. Kalau Krisdayanti dan Maia yang bisa menyanyi dan main musik saja pingin bisa menulis dan membuat buku, boleh donk kalau saya yang baru saja menyelesaikan satu novel punya keinginan sebaliknya...*nyengir*
ps :Mari bermimpi dan mewujudkannya..:D
0 comments:
Post a Comment