About Me

My Photo
Okky Madasari
Menulis, memotret, merangkai nada, dan menikmati perjalanan adalah hobi tercinta saya. Blog ini hanya kamar penuh serakan gambar dan kata, jejak-jejak pengalaman dan peristiwa. Hak cipta tulisan dan gambar ada pada pemilik blog. Selamat membaca.
View my complete profile

Thursday, January 28, 2010

Ahimsa


Entah berapa banyak teman yang marah ketika saya menuliskan : Dunia lebih indah tanpa pabrik senjata, tentara, dan...bonek! Mulai dari teman-teman perempuan yang merasa perlu menyimpan pistol kecil di tasnya untuk melawan pemerkosa, teman-teman SMA yang setelah lulus masuk sekolah militer, dan tentu saja teman-teman sesama arek Jawa Timuran yang mati urip membela Persebaya.

Mereka boleh marah. Tapi saya tetap akan menuliskannya berulang kali : di status Facebook, di account Twitter, dalam kotak perbincangan maya, juga pada secarik kertas yang saya tempel di dinding depan meja kerja saya. Seperti mereka, saya juga sedang marah.

Apa yang ada di kepala pendukung Persebaya saat melempar batu pada orang-orang di Stasiun Jebres? Semua media menulis Bonek yang lebih dulu melempar, lalu orang-orang di Jebres balik melawan. Sementara teman saya yang seorang Bonek berkata, "Bukan kami yang lebih dulu melempar. Orang-orang yang memulai, lalu kami yang jadi korban terpaksa membalas."

Lalu seperti biasanya, kalau ada masalah-masalah seperti ini, orang-orang yang punya kuasa akan membentuk tim investigasi. Mereka akan mengumpulkan bukti-bukti, mencari tahu siapa yang sebenarnya memulai. Tapi buat apa?

Perang batu sesama suporter kesebelasan bukan baru pertama terjadi di negeri ini. Jika tahun ini mereka dilempar, tahun depan mereka akan ganti melempar. Bisa saja, memang benar insiden di Stasiun Jebres bukan dimulai oleh Bonek. Tapi orang juga tidak akan lupa begitu saja bagaimana tindakan anarki yang mereka lakukan pada tahun-tahun sebelumnya.

Kefanatikan telah begitu membutakan orang-orang ini. Tidak hanya Bonek, tapi juga pendukung kesebelasan di Solo dan kemungkinan besar juga suporter-suporter lainnya. Ketika saya menulis "Dunia lebih indah tanpa...Bonek" sebenarnya itu hanyalah simplifikasi. Penyebutan sebagian saja untuk mengungkapkan yang keseluruhan. Bisa juga penyebutan seluruhnya padahal yang saya maksud hanya anarkismenya.

Saya ingin tidak usah ada suporter sepak bola saja kalau masih gontok-gontokan. Setidaknya sampai orang-orang Bonek bisa mengerti bagaimana enaknya berfoto bersama pendukung Persija setelah Persebaya kalah 0-1. Sampai yang seperti itu bisa terwujud, biarkan saja suporter bola menonton pertandingan dari televisi, memukul tembok rumah setelah kesebelasan jagoan kalah.

Ini bukan keinginan yang terlalu aneh jika dibanding mimpi saya yang lain : dunia tanpa pabrik senjata dan tentara. Orang-orang di dekat saya pasti sudah maklum. Yang lainnya akan menganggap saya aneh, idiot, tidak mengikuti perkembangan informasi dan teknologi.

Justru saya begini karena saya mengikutinya. Pabrik senjata kebanggaan negeri yang salah sasaran waktu uji coba roket, Korea Utara-Korea Selatan yang sedang asyik tembak-tembakan, pasokan-pasokan senjata ilegal di Mindanao dan Sudan. Belum lagi bagaimana anggaran yang harusnya bisa digunakan untuk kesehatan dan pendidikan yang tersedot untuk pengadaan pesawat perang.

Film Lord of War yang dibintangi Nicolas Cage memberi kita gambaran yang nyata dan jujur bagaimana senjata diproduksi, dipasok, dan digunakan hanya untuk kekerasan. Oleh penguasa ke masyarakat sipil, kaum radikal yang mentasnamakan agama, juga antara kekuatan militer dua negara.

Saya tak pernah percaya dengan orang-orang realis yang selalu mengatakan dua negara yang punya senjata nuklir tak akan pernah berperang. Lalu buat apa dibuat kalau hanya untuk pajangan. Berapa banyak anak-anak gelandangan bisa ditampung di rumah susun sederhana dan diberi jaminan hidup dengan biaya pembuatan nuklir?

Ah, saya memang berlebihan. Tapi biarkan saja. Saya cuma sedang memelihara mimpi : sebuah dunia tanpa kekerasan, fanatisme tanpa anarkisme. Ahimsa!

1 comments:

Anonymous said...

kelihatannya kok terinspirasi 'imagine' nya John Lennon ?