About Me

My Photo
Okky Madasari
Menulis, memotret, merangkai nada, dan menikmati perjalanan adalah hobi tercinta saya. Blog ini hanya kamar penuh serakan gambar dan kata, jejak-jejak pengalaman dan peristiwa. Hak cipta tulisan dan gambar ada pada pemilik blog. Selamat membaca.
View my complete profile

Saturday, September 12, 2009

on the Road : Tengger

Jam dua pagi. Kami berhenti di pinggir jalan setelah melalui jalanan yang berkelok tajam. Malam terlalu larut untuk tahu dimana sebenarnya orang-orang biasa menikmati keindahan Bromo. Yang jelas, dari tempat kami berhenti, gundukan tanah yang sering kami lihat di gambar-gambar Bromo terlihat utuh. Kami dipisahkan sebuah jurang yang luas, entah apa yang ada disana. Di langit, bintang seperti lampu-lampu kota yang dilihat dari Puncak.

Udara makin dingin. Di dalam mobil, kami meringkuk dan menutup semua bagian tubuh. Berusaha memejamkan mata sebentar setelah 5 jam menempuh perjalanan dari Magetan sampai ke tempat ini melalui Pasuruan.

Jam tiga pagi. Kami membuka sedikit bekal yang kami bawa. Hanya kacang hijau, tahu goreng, dan air putih. Bekal ini sebenarnya memang bukan makanan sahur. Hanya camilan selama perjalanan. Untuk sahur, rencananya kami akan mampir di warung makan-warung makan yang pasti berjajar di lokasi obyek wisata yang sudah dikenal banyak orang itu. Ternyata kami salah.

Bromo dini hari adalah Bromo yang senyap dan tak ada kehidupan. Rumah-rumah tertutup rapat. Beberapa penginapan dan rumah makan yang kami jumpai tampak tak beraktivitas. Sempat kami berpikir untuk menumpang sahur di rumah penduduk. Kami lupa, orang-orang Tengger adalah penganut Hindu.

Jam empat pagi. Dari balik kaca mobil kami melihat langit agak kemerahan. Ternyata kami memilih posisi yang benar. Timur ada di hadapan kami. Di depan sana, kami akan menyaksikan matahari perlahan-lahan naik, dan kami akan menjadi saksi salah satu detik-detik magis yang dimiliki alam.

Dari jauh sana, di ujung jurang, muncul cahaya beriringan. Seperti obor yang berjalan menuju ke arah kami. Makin lama makin dekat. Lalu terdengar bunyi mesin menderu-deru. Terlalu gelap untuk tahu apa sumber suara itu. Hingga satu persatu mobil hard top muncul di jalanan, di samping tempat kami berhenti. Ternyata barisan cahaya di jurang itu adalah lampu hard top yang tadi sempat ditawarkan pada kami untuk menyusuri jalanan Bromo. Tarifnya 350 ribu tiap mobil. Kami menolak dan memilih membujuk si yaris untuk lebih mau bekerja keras.

Kami sudah tak lagi melihat jam. Perubahan waktu terlihat dengan penambahan warna merah di depan sana. Hingga kemudian lingkaran energi itu muncul, seiris, separuh, lalu penuh. Semuanya telah menjadi terang. Kami bisa melihat semuanya.

Gundukan tanah di depan kami terlihat seperti puding dengan lapisan yang bergelombang. Di sekililing kami adalah tebing yang dipenuhi pinus. Jurang di hadapan kami adalah hamparan pasir yang dipenuhi rumput-rumput berwarna coklat. Di belakang kami, monyet berlarian, bergantian dengan hard top yang kembali lagi dengan wisatawan. Hampir semuanya wisatawan asing.

Kami mengikuti hard top-hard top itu. Menyusuri jalanan berpasir, kami seperti berkendara di tengah gurun. Ban mobil terperosok ke pasir, berpanas-panas mendorongnya kembali, menjadi hal yang harus dilalui. Sabar ya, yaris sayang ...namanya juga mau ngirit :D

0 comments: