About Me

My Photo
Okky Madasari
Menulis, memotret, merangkai nada, dan menikmati perjalanan adalah hobi tercinta saya. Blog ini hanya kamar penuh serakan gambar dan kata, jejak-jejak pengalaman dan peristiwa. Hak cipta tulisan dan gambar ada pada pemilik blog. Selamat membaca.
View my complete profile

Tuesday, September 15, 2009

on the Road : De Oosthoek

De Oosthoek. Itu sebutan orang Belanda untuk daerah ini : Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, Bondowoso, Situbondo. Artinya pojok timur. Tapi orang-orang lebih mengenal istilah lain : Tapal Kuda. Coba buka peta, dan kawasan itu akan berbentuk menyerupai tapal kuda.

Bagi kami yang tinggal di daerah Mataraman (Magetan, Madiun, Ngawi) biasa menyebut kawasan itu sebagai etanan. (dari kata wetan = timur). Orang-orangnya disebut wong etanan. Kami mengenali orang-orang etanan dari bahasa Jawa mereka yang terdengar lebih kasar di telinga kami. Maklum, daerah Mataraman lebih kental dipengaruhi tradisi Kerajaan Mataram di Jogja dan Solo. Bahasa Jawa yang kami gunakan berbeda dengan bahasa Jawa di etanan. Apalagi orang etanan tidak hanya terdiri dari suku Jawa, tapi juga Madura. Mereka berbaur, bahkan di kota-kota tertentu orang Madura yang mendominasi.

Selain bahasa, beda yang paling mencolok adalah soal agama. Daerah Mataraman adalah daerah abangan. Islam adalah sebuah identitas formal. Tapi soal keyakinan dan tradisi spiritual orang-orang di Mataraman punya caranya sendiri. Belakangan, baru ketika pendidikan agama makin menguat, orang-orang di Mataraman mulai menjalankan Islam sebagai sebuah keyakinan.

Sementara di daerah etanan, Islam begitu kental, mengambil bagian dalam setiap sendi kehidupan. Orang-orang nya adalah kaum santri, yang selalu patuh omongan kyai. Pengetahuan agama mereka jauh melebihi orang-orang di Mataraman.

Mengunjungi Tapal Kuda, mengusik segala ketertarikan saya pada sosio-kultural. Ingatan tentang penelitian Clifford Geertz dan pengalaman saya sebagai wong Mataraman teraduk-aduk dalam sebuah adonan di kepala. Segala hal yang saya jumpai menjadi semacam pembenar atau penolakan atas segala dugaan. Mulai dari gapura bertuliskan huruf Arab, reklame besar larangan pelacuran, atau gambar-gambar orang berjanggut putih, bersurban atau berpeci.

Ke Tapal Kuda juga mengulik kembali sebuah lembaran sejarah. Sejarah yang masih terlalu segar untuk dilupakan. Sejarah yang bukti dan saksi-saksinya masih utuh karena baru terjadi sepuluh tahun lalu. Sebuah cerita nyata tentang ninja-ninja yang konon berseliweran dimana-mana. Tentang dukun santet yang memancing kemarahan. Kekerasan dan pembunuhan.

Ah, saya tidak akan mengulasnya lebih dalam lagi. Karena semua catatan di blog ini hanya sekedar menu pembuka saja :D

0 comments: