Kami bertemu dengannya tanpa sengaja setelah puas menikmati keindahan terumbu karang Bunaken, Mei lalu. Dari pesisir pulau, kami berjalan ke tengah pulau, menyusuri jalan setapak yang rapi dengan deretan pohon kelapa tinggi menjulang, lalu berhenti di rumah Sara Ting. Suara orang membelah kelapa yang membuat kami berhenti di rumah itu.
Sara Ting tertawa waktu saya minta izin memotretnya. Perempuan berumur 47 tahun itu terus bekerja, membelah kelapa satu persatu, lalu melemparnya ke tempat pembakaran.
Dia tertawa waktu Abdul mengambil bakal biji kelapa yang disisihkan. “Itu Apel Manado,” kata Sara.
“Apel Manado?” Saya dan Abdul tertawa. Abdul bilang rasa nya enak dan segar.
Sara Ting tertawa nyengir. “Biasanya untuk makanan babi,” katanya.
Membuat kopra adalah mata pencaharian Sara Ting dan suaminya. Setiap hari mereka bersama-sama membelah kelapa, memisahkan bakal biji, menumpuk di tempat pembakaran, lalu membakar saat sudah penuh.
Sampai tempat pembakaran penuh dengan kelapa, Sara biasanya membutuhkan waktu paling cepat sebulan. Setelah proses pembakaran, biasanya akan dihasilkan hingga 1 kwintal kopra. Suami Sara akan membawa kopra-kopra itu ke
Dari kopra, Sara Ting dan Yoseph mempertahankan hidup dan menanggung biaya sekolah anak bungsunya di SD Bunaken. Anak sulungnya sudah menikah dan sekarang bekerja sebagai kuli bangunan di
Soal makan, sebenarnya mereka tak pernah risau. Sara dan Yoseph hanya perlu memberi beras. Mereka tak pernah membeli lauk, semua sudah disediakan alam. Setiap hari Yoseph ke laut, mencari ikan untuk makan anak istrinya. Tapi sudah tiga hari ini, kata Sara, Yoseph gagal mendapat ikan.Hari itu, kami juga melihat Yoseph pulang dengan tangan kosong.
“Tidak dapat ikan. Ikannya takut sama bule,” kata Yoseph. Saya dan Abdul tertawa. Kami kira ini lelucon. Tapi ternyata bukan. Kata Yoseph, banyaknya orang-orang terutama bule yang berenang atau menyelam, membuat ikan sulit ditangkap. Mereka bersembunyi di balik terumbu dan enggan menangkap umpan.
Kami jadi menebak-nebak, jangan-jangan tiga hari ini Yoseph tak mendapat ikan karena banyaknya orang-orang yang datang ke Bunaken.Mereka sedang mengikuti konferensi kelautan internasional - World Ocean Conference- di Manado
“Bule marah kalau ikan diambil,” kata Sara. Ya, kalau itu kami paham. Siapapun akan marah kalau ikan-ikan itu diambil manusia. Kami sangat tahu keindahan terumbu Bunaken tak akan sempurna tanpa ikan-ikan itu. Tapi sedikitpun tak pernah kami berpikir menikmati keindahan Bunaken berarti mengurangi satu nikmat bagi keluarga Sara dan Yoseph.
Ah, tiba-tiba saya jadi ingat minyak goreng saya sudah habis. Asalnya dari kopra, bukan?
North Celebes, May 16-19
1 comments:
Wah asik juga tuh, bisa jalan2 kemana-mana, ketemu macam2 orang, melihat berbagai pemandangan. Fotonya juga keren, terlihat natural, ekspresif. Isi tulisan berbobot, ada kritik sosial, dan pembelaan terhadap lingkungan hidup. Gaya tulisan perlu diperkaya, contoh yang simpel semacam di national geografic edisi Indonesia (bukan iklan lho), meskipun aku jg belum bs seperti itu, he3. Tertarik dengan pengolahan kelapa & kopra, see at:
http://lemakminyak.blogspot.com
semoga bermanfaat. Cheers!
Post a Comment