About Me

My Photo
Okky Madasari
Menulis, memotret, merangkai nada, dan menikmati perjalanan adalah hobi tercinta saya. Blog ini hanya kamar penuh serakan gambar dan kata, jejak-jejak pengalaman dan peristiwa. Hak cipta tulisan dan gambar ada pada pemilik blog. Selamat membaca.
View my complete profile

Monday, June 04, 2007

(Lagi-Lagi) Tanah

foto : Okky P. Madasari. Siak, Riau

Saya bertandang ke rumahnya delapan bulan lalu. Terletak di jalan protokol Kota Bogor, satu jalur dengan IPB, Kebun Raya Bogor, dan Kantor Telkom. Rumah yang terlihat tua, wajar saja karena pemilkinya juga sudah berusia 75 tahun.

Saat kami memencet bel, seorang laki-laki tua keluar dari rumah. Sekilas saya berpikir diakah Gunawan Wiradi yang hendak saya temui. Dan memang benar adanya. Kulitnya sudah keriput, tubuhnya tak tegak lagi. Mengenakan kaos oblong dan kaca mata tebal.

Sosok renta langsung sirna ketika kami berbincang. Tentu saja soal reforma agraria. Bidang yang telah digelutinya lebih dari empat puluh tahun. Jarangnya orang yang menaruh perhatian pada masalah ini, membuat sosok Gunawan Wiradi masih tetap dijadikan reference meski usianya telah senja.

"Kalau reforma agraria ya belum ada yang mengalahkan Gunawan Wiradi," ujar Redaktur Pelaksana saya beberapa saat sebelumnya.

Semuanya pun terbukti. Dengan sangat detail Gunawan memaparkan tentang apa itu reforma agraria. Kunjungan yang semula diagendakan untuk wawancara - antara seorang wartawan dengan pengamat - sekilas berubah sebagai kelas kuliah reforma agraria. Toh, saya memang tak mau rugi. Pertemuan itu pun saya manfaatkan untuk mencuri ilmu sebanyak-banyaknya dari sang guru.

Dari pertemuan singkat itu pula, saya dengan lancar bisa menjawab pertanyaan seorang kawan tentang alasan penggunaan kata reforma dan bukan reformasi.

"Reforma berarti perubahan struktur secara menyeluruh. Sementara reformasi memiliki definisi perubahan fungsi dengan tetap mempertahankan struktur yang ada," saya menirukan penjelasan Wiradi.

Wiradi juga menegaskan, reforma agraria tidak hanya sekedar bagi-bagi lahan, namun lebih pada perubahan struktur kepemilikan dan pengelolaan sesudahnya. Yang terpenting adalah tidak ada ketimpangan pemilikan lahan. Pembagian pun tidak hanya dilakukan seenaknya, tapi ditujukan pada masyarakat yang mau bertani.

Bukan sebuah proses yang mudah. Menurut Wiradi, reforma agraria hanya bisa berhasil jika ada niat pemerintah dan mendapat dukungan militer.

"Militer? Kenapa Militer?" pikir saya saat itu.

Wiradi pun telah siap dengan jawaban lengkap
nya. Militer menguasai banyak lahan. Militer juga punya senjata. Jika militer mendukung, mereka akan bisa melepaskan lahannya. Jika militer mendukung, tak akan ada pertumpahan darah karena militer berada di belakang rakyat.

Jepang, berhasil melaksanakan reforma agraria berkat dukungan shogun (militer Jepang). Pemimpin reforma agraria juga pimpinan shogu
n sendiri.

Tiga malam ini saya terus teringat perbincangan ini. Bentrok antara warga dan militer di Pasuruan untuk mempertahankan lahan mem
aksa saya berpikir ulang.

Jurnal Nasional- tempat saya bekerja- selama ini menjadi salah satu "sponsor' utama reforma agraria. Setahun lebih menjadi wartawan Jurn
as - dan sekitar delapan bulannya duduk di desk utama yang mengulas permasalahan secara in depth - mengantar saya untuk mempelajari reforma agraria secara in depth pula. Dalam file tulisan saya, ada tujuh edisi yang mengulas reforma agraria secara in depth dua halaman. Termasuk kepergian saya ke Siak, Riau untuk memantau pelaksanaan reforma agraria dalam bentuk pembagian kebun kelapa sawit.

Di blog ini pun, saya telah dua kali menulis te
ntang reforma agraria. "Ada Aisyah di Lumbung Padi" dan "Berbagi Lahan Untuk Rakyat Siak", dua-duanya di bulan Januari 2007.

Blog memang hanya berstatus sebagai 'catatan harian maya'. Tapi menulis di media - yang konon dibaca para pengambil kebijakan di negeri ini - tentu bukan hanya untuk dijadikan bungkus kacang keesokan harinya.


Foto : Yudhi Sukma. Subang, Jawa Barat

3 comments:

Trian Hendro A. said...

good! semoga tetap konsisten dengan semangat dan gerakan reforma agraria.

*harusnya dilink,tulisan "Ada Aisyah di Lumbung Padi" dan "Berbagi Lahan Untuk Rakyat Siak"-nya.. :D

zen said...

Ingat gak istilah setan-setan desa yang diintrodusir PKI dulu?

Jika diagnosa Goenawan Wiradi, salah satu sesepuh gerakan LSM, memang benar, militer berarti salah satu dari sekian orang/pihak yang masuk daftar Setan Desa, selain para kyai, rentenir, dll.

Dan astaga naga, Pasuruan itu kan di Jawa Timur: tempat di mana dulu pertarungan "para setan desa" dengan "non-setan desa" paling sengit berlangsung.

Tanah memang kadang bikin orang kalap. Jangan heran jika ada pepatah dalam dalam bahasa Jawa: "Sak dumuk batuk, sak nyari bumi!"

Kalau tidak salah, Soeharto pernah mengutip itu saat murka gara-gara proyek TMII yang dikomandoi istrinya didemo di mana-mana.

;)

lain said...

Memang benar, beliau menjadi ideological bridge bagi Reforma Agraria (Land Reform) yang telah dipeti-eskan selama beberapa tahun oleh rezim Orde Baru, bahkan dikriminalisasi sebab identik dengan PKI. selama berkarir di Survei Agro Ekonomi (SAE di Bogor, berbekal pengalaman hasil studi banding, penelitian mendalam, dan mengorganisir berbagai pelatihan yang diikuti oleh banyak anggota yang kemudian tumbuh menjadi tenaga-tenaga ahli di lembaganya masing-masing, Gunawan Wiradi sampai pada keyakinan bahwa Reforma Agraria adalah strategi dasar bagi pembangunan (pedesaan).