Monday, February 16, 2009
Tentang Bunga Layu Itu...
Hari itu, saya baru tahu Rawa Belong adalah pusat penjualan bunga potong. Benar-benar pasar, bukan hanya deretan beberapa kios seperti yang ada di Cikini. Malam itu, dua hari sebelum valentine, penjual sudah mulai menata mawar holland di baris terdepan dagangan mereka. Mengalahkan krisant, lily, dan bunga-bunga yang lain. Kata Bob, besok malam dan 14 Februari malam - seperti tahun-tahun sebelumnya - jalan masuk ke pasar akan dipenuhi oleh penjual mawar.
Saya dan Bob masuk ke setiap kios. Bukan untuk menanyakan mawar holland atau mawar lokal, melainkan bunga-bunga yang sudah tidak layak jual. Yang agak layu, agak kering, atau jenis-jenis bunga yang jarang diminati saat valentine, seperti krisant.
Semua orang menatap aneh, bertanya keheranan. "Untuk demo," kata saya setiap menjawab pertanyaan pedagang. Dari dua kios, kami mendapat setumpuk bunga yang kami cari.
Tak ada bunga yang benar-benar layu. Penjual menyuruh kami menggantung bunga dengan posisi terbalik.
Malam itu saya juga baru tahu kertas tidak bisa ditempelkan pada kanvas dengan lem UHU biasa. Pelayan di Gramedia, Plaza Semanggi, menyarankan menggunakan lem UHU khusus untuk tekstile yang harganya Rp50 ribu. Mahal! Bob menyarankan memilih lem lain. Ada lem untuk kulit ukuran paling kecil, harganya jauh lebih murah.
Pagi itu, saya dan Abdul baru menyadari kerupuk tidak bisa melempem begitu saja meski sehari sebelumnya dibiarkan dalam plastik terbuka. Lalu Abdul memasukkan dalam kulkas (what?). Dia tetap melakukannya, dan gagal. Tak menyerah, Abdul memanaskan kerupuk dalam rice cooker (tadi dingin, sekarang panas). Lagi-lagi gagal.
Sudah jam 10. Nando sudah berkali-kali menelpon. Saya sibuk dandan, dan tak lagi sempat berpikir tentang kerupuku. Lalu Abdul berteriak dari dapur, "Berhasil Sayang, aku celupin air."
Siang itu, di KPK, saya baru tahu, bunga yang hampir layu tidak mudah menjadi layu. Kami menjemur bunga di depan KPK. Tentu saja menarik perhatian. Petugas kebersihan hampir membuangnya ke tong sampah.
Jam 1/2 2, saya baru tahu Sekretaris Antasari Azhar mempertanyakan bunga layu itu. "Mau ngasih bunga kok bunga layu," Arsa menirukan lewat telepon.Wartawan, fotografer, terus berdatangan. Tepat jam 2, Johan Budi bertanya tentang kerupuk dan bunga layu. Ia kecewa kami hendak memberi bunga layu dan kerupuk melempem. Kami tidak boleh membawa bunga dan kerupuk ke lantai atas.
Anak-anak menolak untuk naik. Kami sepakat tidak naik.
Lalu semuanya berjalan cepat, telepon dari Johan, Antasari turun, kilatan blitz, dan pengumuman tersangka baru dari dua kasus yang (nyaris) luput dari ingatan.
Semuanya selesai. Anak-anak sibuk merajut kata demi kata. Tentang bunga layu, tentang tersangka, tentang anggaran, tentang KPK.
Hari itu saya baru tahu, kebersamaan kami telah menghasilkan sesuatu yang sangat berharga. Lebih dari sekedar berita penetapan tersangka (yang tidak penting itu...).
foto-foto oleh Wienda Parwitasari (narsis dikit oiii:P)
More about 'Bunga Layu dan Kerupuk Melempem' :
>Antara
Kompas dot Com
The Jakarta Post
Sinar Harapan
Detik
Kontan
Labels:
my Country
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment