Handphone saya bergetar jam 06.00 pagi tadi. Saat saya masih terlelap melanjutkan tidur babak kedua setelah bangun sebentar untuk sholat Subuh. Apalagi setelah sehari sebelumnya menghabiskan energi untuk penahanan Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, dan anggota DPR sekaligus suami penyanyi dangdut Kristina, Al Amin Nasution, tak ada alasan bagi saya untuk bangun sebelum jam 09.00.
Selama ini, hanya ada satu orang yang bisa menelpon saya di jam sepagi itu : Mama. Maka saya jawab juga panggilan itu, dengan mata yang masih terpejam dan suara ogah-ogahan. Seperti biasa, Mama selalu menanyakan kabar saya, kegiatan saya hari ini, bercerita soal keadaan keluarga di Magetan, tentang Manda- adik kecil saya yang baru berumur tiga tahun, hingga kabar terbaru situasi politik di Magetan menjelang Pemilihan Kepala Daerah bulan Juni nanti.
Sejak saya SMU, Mama mendirikan satu lembaga swadaya masyarakat dan aktif terlibat dalam berbagai bidang sosial, politik, hingga ekonomi di kota kami. Belakangan, menjelang Pemilu 2004, Mama bergabung dalam salah satu partai politik.
Undang-undang Pemilu saat itu yang memberikan kuota 30% bagi perempuan untuk menjadi anggota parlemen, menjadi salah satu motivasi Mama untuk aktif di parpol. Saya sendiri memberikan dukungan penuh. Bukan sekedar agar Mama bisa terpilih sebagai anggota DPRD, melainkan karena saya melihat inilah bentuk aktualisasi atas potensi yang dimilikinya.
Mama menjadi satu-satunya Ketua Partai Politik perempuan di Magetan. Dalam setiap acara seremonial, Ia akan selalu menonjol di tengah aktivis-aktivis lain yang berjenis kelamin laki-laki. Saat-saat itu saya sering menempatkan diri sebagai advisor dalam hal mode pakaian dan penampilan. Bersama Papa, kami juga menjadi partner diskusi, bahkan tak jarang diselingi letupan emosi karena perbedaan pendapat.
Meski kemudian Mama gagal mendapat kursi di legislatif, aktivitasnya baik melalui LSM maupun partai tidak berhenti. Kelahiran Manda empat bulan setelah Pemilu juga tidak menghambat kegiatan yang diikuti. Semua dilakukan dengan berbagi peran bersama Papa, terutama dalam hal mengasuh Manda.
Saya sendiri tidak terlalu ambil bagian karena setelah selesai kuliah di Jogja, langsung pindah ke Jakarta. Adik saya, Dewi, saat ini juga tengah kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang. Beberapa kali dalam setahun kami bisa berkumpul bersama, menyaksikan tumbuh kembang Manda dari waktu ke waktu.
Marilah kita kembali ke perbincangan saya dan Mama tadi pagi. Sebagai ketua partai politik - bahkan sekalipun partai itu tidak mendapat kursi di parlemen- suara Mama dibutuhkan oleh bakal calon Bupati untuk bisa mencalonkan diri. Dukungan dari partai-partai seperti ini sangat dibutuhkan, selain dukungan dari partai besar seperti PDIP dan Golkar.Sejak tiga bulan lalu, Mama sudah sibuk menimbang-nimbang calon mana yang akan diberi dukungan. Apakah mantan Bupati yang baru keluar dari penjara karena terbukti korupsi, Bupati non aktif yang saat ini tengah menjalani hukuman karena terbukti korupsi, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah atau seorang pengusaha yang sukses menjadi jutawan setelah merantau di Jakarta.
Saya tidak pernah memberi saran siapa yang harus didukung. Selain saya tidak benar-benar tahu kualitas masing-masing calon, saya merasa Mama lebih tahu calon mana yang layak untuk didukung.
Mama tahu keseharian saya sebagai wartawan bidang hukum, yang hampir setiap hari menghabiskan waktu di Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kami sering berdiskusi tentang proses hukum pejabat yang terlibat korupsi.
Saat beberapa bulan lalu, Bupati non aktif, Saleh Muljono masih menjalani persidangan karena korupsi pembangunan GOR senilai Rp8 miliar, Mama selalu hadir dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Magetan.
Mama bercerita tentang kesaksian, tuntutan jaksa, upaya penangguhan penahanan, hingga Sekda Sumantri yang jatuh sakit usai memberi kesaksian. Ada juga cerita unik bagimana spanduk-spanduk saling berperang di tiap sudut Magetan. Isinya banyak yang menecam tindakan korupsi Saleh, tapi lebih banyak lagi yang justru memberi dukungan pada Saleh.
Lalu saya akan menanggapi informasi tersebut dengan 'sudut pandang jakarta'. Tentang bagaimana KPK mengambil alih kasus korupsi daerah yang macet, tentang vonis Bupati Kendal dan Bupati Kutai Kartanegara.
Kira-kira empat bulan lalu, Saleh dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Mama mulai bercerita dengan cara lain. Setengah menyesalkan, Mama akan mengenang bagaimana tahun 2003, setahun menjelang Pemilu, Saleh terpilih sebagai Bupati Magetan. Saat itu Mama cukup dekat dengan Saleh.
Meski tidak terkatakan, secara tidak langsung kami telah menyepakati korupsi adalah bentuk kejahatan. Seseorang yang terbukti telah melakukan korupsi adalah orang yang secara moral cacat dan tidak layak menjadi pemimpin. Lha bagaimana mau memimpin kalau moralnya sudah cacat?
Bupati non aktif Saleh Mulyono yang divonis empat tahun, mantan Bupati Soedarmono yang menjabat saat orde baru dan baru selesai menjalani hukuman, sudah tidak layak lagi menjadi pemimpin Magetan. Mama tidak mendukung keduanya.
Dua hari lalu, Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Magetan telah menetapkan empat calon Bupati yang berhak mengikuti Pilkada bulan Juni. Dan seperti pentas sandiwara lainnya, Saleh Mulyono menjadi salah satu calon yang lolos verifikasi. Seorang Bupati non aktif yang saat ini tengah menjalani hukuman empat tahun penjara karena terbukti korupsi.
Duh Gusti!
*) foto keluarga oleh Dedy Priambodo, Oktober 2007
Friday, April 11, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
6 comments:
Pak saleh kan ngajukan banding ke Jakarta. Beritanya kelanjutan sidangnya nanti ditulis dong mbak. Biar yang didaerah juga tahu.. Tak akui mbak okky lebih tahu lebih banyak dari saya yg tinggal di magetan hehehehe.....
bandingnya ke Surabaya dunk...baru nanti kasasi di Jakarta. Yah..emang proses hukum belum final, tapi tetep ga layak seseorang yang sedang menjalnai vonis menjadi calon Bupati.
Di surabaya khan udah diputusin ditolak mbak, beberapa hari sebelum pendaftaran bupati kemaren. Terus sekarang lanjut ke jakarta. Lha karena itu sama KPU tetep diperbolehkan, karena belum punya keputusan tetap. Padahal secara logika susah lho untuk kasus korupsi bisa lolos disana. Kecuali pak shaleh emang sakti.
mb mada, bs dipahami si knp pak saleh bisa jadi lg...yah kalo bkn sakti seperti yg diblg mandriva...yaaa emang org indonesia ini gemar " sudah jatuh tertimpa tangga pula" kalo perlu tangga nya dipukulin sendiri ke kepalanya hahahaha :))
dah jls korupsi kok bs kepilih toh??
its a biq question with a simple answer hmmmm.....sok teu deh saya :)))))
Kayaknya baru sekarang Okky nulis tentang keluarga ya. Aku seneng ngebacanya ^_^
Mbak okky yg terhormat, bagaimana siy kelanjutan kasus mantan bupati yaitu saleh mulyono?
Kok makin lama kasusnya makin menghilang? Atau karena pemerintah sudah di suap sehingga pak saleh ebas atau bagaimana? Karena pak saleh itu sampai habis2 an menjual harta nya agar lolos dari penjara. Mana anaknya yg nomor satu itu yg namanya arif mulyono itu seorang yg psikopat saya tau karena teman saya menjadi korban kekejamannya. Saya bilang juga terbilang pelit, masa setelah putus barang2 yg dikasih diminta lagi dan selama pacaran ongkosnya minta ganti. Segitu bangkrutkah saleh mulyono mbak?
Post a Comment