Seberapa berharga nilai selembar peta?
Sejak kecil saya suka melihat peta. Saya sering membuka selembar peta besar lalu melemparkan satu koin dan melihat di titik mana koin terjatuh. Lalu saya membayangkan saya akan melakukan perjalanan menuju tempat yang sudah ditunjukkan oleh koin. Tempat yang jauh, baru, belum pernah saya datangi sebelumnya.
Di bangku sekolah, pelajaran ilmu bumi begitu menyita perhatian saya. Yang paling saya suka adalah menghafalkan nama-nama ibukota tiap negara dan menjawab pertanyaan tentang peta buta. Saya memiliki beberapa buku atlas, peta Indonesia yang dipajang di dinding kamar, dan tiruan bumi yang dipajang di meja belajar atau yang menjadi gantungan kunci.
Makin dewasa imajinasi saya makin liar. Tak sekedar melempar koin di selembar peta, tapi justru melalui tiap-tiap garis dalam peta - tak hanya dalam mimpi. Saya mulai sering mengumpulkan peta dengan skala kecil, yang hanya menggambarkan satu kota, satu pulau, atau satu provinsi saja.
Saya mulai melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang belum pernah saya datangi sebelumnya. Berbekal selembar peta, mengikuti setiap petunjuk yang tertera, dan percaya penuh pada kebenarannya.
Di perjalanan terakhir saya ke tiga negara, peta merupakan bekal utama selain kamera dan kaca mata hitam. Membaca jalur MRT di Singapura, mencari terminal bus di Malaysia, hingga menyusuri pantai demi pantai di Phuket.
Saya menjadi sebuah mesin berjalan. Mengikuti garis merah, menuju kotak hitam, berhenti di titik merah. Saya mengetahui jarak satu tempat dengan tempat lain bukan berdasarkan banyaknya langkah kaki, melainkan dari panjang garis dalam peta. Saya mengukur perbedaan kedalaman laut Andaman dan perairan di sekitar Phi Phi Island bukan dari tekanan air saat berenang tapi dari perbedaan warna biru dalam peta.
Saya melupakan insting, kepekaan perasaan, arah hembusan angin, atau isyarat matahari. Saya telah menyerahkan sepenuhnya diri, perjalanan, dan akhir perjalanan saya pada selembar peta.
Di tengah perjalanan saya kehilangan peta yang hanya selembar. Angin ribut menerbangkannya beberapa meter dari tempat saya berdiri. Lalu hujan deras melumatkannya sebelum saya berhasil menggapai dan menyimpannya di tempat yang aman. Saya kebingungan. Saya tersesat.
Lalu seseorang datang. Mengajari saya membaca tanda matahari, arah hembusan angin, dan cara mendengar suara hati. Hal-hal yang sudah terlupakan sejak sepenuhnya saya bergantung pada peta. Dia mengingatkan saya cara untuk kembali menjadi manusia, bukan sebuah mesin pembaca peta.
Dia menjadi pemandu perjalanan saya. Panduan yang tak hanya bisa dibaca dan diikuti. Yang tak bisa terbang dibawa angin karena telah menjadi bagian dari diri saya.
Kini saya tak lagi tergantung pada selembar peta. Kami membuat sendiri peta perjalanan kami. Menentukan kota tujuan dan menggambar rute yang hendak dilewati.
"Do you love him?"
"Absolutely yes."
Pencarian sudah berakhir.
Singapura, Malaysia, Thailand, 2 Maret-9 Maret 2008
*) Palls, sorry gw lagi ga mode on buat nulis cerita perjalanan disini. Mungkin someday bakal bisa dinikmati di salah satu media woehehehehe. Nah, sekedar menuhin janji, ini gw catetin rincian biayanya aja ya..moga bisa jadi ancer-ancer kalau mau trip serupa.
Jakarta - Singapura
Jakarta - Batam : 205.000
Ferry Batam - Singapura : 180.000
Fiskal via Batam : 500.000
Penginapan di Singapura di daerah China Town : SGD 30 - SGD 100. (Salah satu yg recomended Hotel Dragon di Mosque Street tarifnya SGD50 untuk kelas standart)
Perjalanan dengan MRT rata-rata 1-2,5 SGD (transportasi dengan MRT yang terbaik. Murah meriah dan menjangkau setiap lokasi di SG)
Singapura - Malaysia
Perjalanan SG-Kuala Lumpur paling murah dan mudah naik bus. Lama perjalanan 4-5 jam. Bus langsung dari terminal Golden Miles, Singapura - terminal KL tarifnya 26 SGD.
Tapi ada cara lain yang lebih murah, itu yang kami pilih kemarin :
-naik MRT menuju stasiun Lavender
-menuju Queen Street langsung naik bus jurusan Johor Baru : SGD2,4 (Busnya lumayan bagus, bersih, AC)
-Bus menuju terminal Larkin Johor Baru. Dalam perjalanan penumpang mesti dua kali turun untuk pemeriksaan pasport di perbatasan. Dari Larkin naik bus jurusan KL : RM 25 (bus jauh lebih bagus).
-Di KL bus berhenti di depan terminal, Jalan Pundu Raya. tepat di seberang perhentian, berjajar banyak penginapan murah meriah. Tarifnya RM 28 - RM 70.
Malaysia -Thailand
Gw udah beli tiket KL-Phuket Air Asia RM135,99 atau setara dengan Rp339.975 (kurs 2500). Bandara Air Asia di Malaysia terpisah dari bandara lainnya, jadi ada airport khusus untuk low cost carrier. Transportasi ke bandara bisa menggunakan bus dengan tarif RM12.
Thailand
- Penginapan murah meriah di Phuket tersebar di sepanjang pantai wisata. Kemarin gw milih di daerah Phatong. Tarifnya antara 700 Bath - 1000 Bath tiap malem.
-Kalau ingin ke Phi Phi Island ( tempat shooting The Beach) paling enak ikut tour. Tarifnya 700 Bath seorang, meliputi perjalanan pakai kapal boat besar, fasilitas snorkling, kanoe di Maya Bay, lunch oke di tengah pulau Phi-Phi Island.
-Makanan di Thailand murah meriah dan enak bangeet. Tom-yam spesial harganya setara Rp12ribu.
Phuket-Singapura
-Naik Air Asia lagi harganya setara Rp 496.340.
-Nyebrang Singapura-Batam, harganya sama dengan pas berangkat
-Batam - Jakarta Air Asia lagi, Rp205 ribu
Thursday, March 13, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
Hallo Okky.
Saya baru mampir di blogmu. Nice blog.
Hidup, pakai peta atau tanpa peta, sah2 saja, tergantung keperluan
Definisi peta yang kita acu juga kadang membuat kita rancu apakah hidup ini ber peta atau zonder peta...
Saya surveyor dan kartografer, ada tulisan tentang peta pikiran di http://lamanday.wordpress.com. Kalau sempat jenguklah..
Salam kenal ya...
tulisane apik iki. pertanyaane: sik mbayari tiketmu sopo? kekekeke.... *mingat ah...*
Oleh-olehnya blom nyampe tempat ku Ky:P
Okky, kamu sama siapa kesana?? Aku juga pengen loh jalan2 begitu. Cuma susah nyari teman barengannya, susah alokasi waktunya. So, kalo mau berpetualang lagi, kontaklah aku, siapa tahu aku bisa agendakan keberangkatannya. Ok?
Post a Comment