Thursday, February 21, 2008
Kenapa Fiskal?
Hari ini saya sudah memiliki empat lembar tiket pesawat, masing-masing tujuan Jakarta-Batam, Kuala Lumpur-Phuket, Phuket-Singapura, dan Batam-Jakarta. Semua tiket dibeli melalui website Air Asia, dengan harga antara Rp200 ribu hingga Rp450 ribu.
Saya sudah mengajukan cuti selama satu minggu, mulai 2 Maret sampai 9 Maret. Dalam rentang waktu itu, rencananya saya akan melakukan perjalanan di 3 negara - Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Perjalanan akan dilakukan dengan budget seminimal mungkin. Beberapa hari terakhir saya berkali-kali membuka situs Air Asia untuk mendapatkan tiket paling murah di setiap rute. Rencana untuk terbang dari Bangkok terpaksa dibatalkan karena harga tiketnya mencapai Rp2 juta.
Akhirnya kami memilh untuk kembali lagi ke Phuket setelah berkelana di Bangkok dan kota-kota di Thailand lainnya selama 4 hari. Harga tiket Phuket ke Singapura hanya Rp450 ribu. Jauh lebih murah daripada Phuket ke Kuala Lumpur.
Sepuluh hari menjelang keberangkatan, saya mulai lebih detail memperhitungkan setiap pengeluaran dalam perjalanan. Mulai dari menentukan lokasi penginapan di setiap kota, transportasi darat, bahkan perkiraan makan. Tak terlalu sulit, karena kebetulan kami sudah pernah ke negara-negara tersebut - meski dalam waktu yang singkat. Informasi dari blog para backpacker dan Lonely Planet juga sangat memadai untuk membuat perencanaan.
Meski tak berniat belanja, saya juga sempatkan membuat list beberapa barang yang hendak dibeli sebagai 'syarat' :) dari tiap negara. Parfum di Singapura, Vinci di Malaysia, dan aksesoris batu di Thailand.
Dari semua rencana pengeluaran, ada satu pos anggaran yang cukup mengganggu : fiskal. Kebetulan kami melalui Batam, sehingga fiskal yang dibayarkan cukup Rp500 ribu saja, bukan Rp1 juta seperti kalau berangkat dari Jakarta.
Tapi tetap saja itu nilai yang besar untuk sebuah pajak yang harus dibayarkan ke negara. Apalagi bagi kami - pengelana kere - yang berniat sekedar mencari pengalaman di negara tetangga. Dan faktanya, fiskal lebih mahal dibandingkan harga pesawat.
Saya membayangkan tinggal di satu rumah milik saya sendiri, namun disitu ada raksasa jahat yang menguasai semuanya. Dia membuat tembok tinggi yang memisahkan rumah saya dengan rumah tetangga di sekitar. Dia ingin saya selalu ada di dalam rumah dan tidak bermain ke rumah tetangga. Kalau saya memaksa untuk keluar, maka saya harus membayar sejumlah uang yang katanya akan digunakan untuk keperluan saya juga. Konyol bukan?
Di era globalisasi dimana batas negara semakin mengabur dan jarak antar wilayah makin menyempit, saya masih tidak paham kenapa pemerintah Indonesia masih perlu menetapkan kebijakan fiskal. Tidak cukup kuat mengatakan alasannya untuk meningkatkan pendapatan dari pajak. Mengingat kebijakan serupa tidak lagi berlaku di negara-negara lain.
Saya ingat satu film yang bercerita tentang Kuba pada masa awal revolusi - The Lost City. Salah satu adegan film menggambarkan orang-orang Kuba yang hendak pergi ke luar negeri harus menyerahkan semua harta yang dimiliki. Tujuannya untuk mencegah harta milik warga Kuba lari ke negara asing.
Tentu tujuan seperti ini juga tidak relevan untuk fiskal. Sepuluh tahun terakhir, ketika telekomunikasi berkembang pesat dan dunia penerbangan menetapkan tarif murah, tidak hanya orang kaya yang bisa pergi ke luar negeri. Beberapa diantaranya ada yang mencari pengobatan, belajar, atau sekedar mengunjungi keluarga yang hidup di lain negara.
Fiskal Rp1 juta atau Rp500 ribu tentu tak sebanding dengan pajak yang belum dibayarkan Asian Agri atau aset yang dilarikan konglomerat BLBI ke Singapura.
Ya..ya..ya... sampai jumpa di Phuket:)
Labels:
my Country
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
ya, fiskal memang jadi penghambat jalan2. konon fiskal salah satunya ingin menghalangi rakyat indonesia tahu dunia luar. seperti katak dalam tempurung. tapi kan, hare gene.. :D
Ky, nitip dong? bisa ga. sederhana koq, ntar kuganti kalau dah di indo -kalo perlu :D.
bisa? tks before
Iya Ky...fiskal jadi menghambatrencana jala2 ke luar negeri. Btw, share cerita yah ntar. Oh iya, aku juga suka The Lost City:)
in this universe, fiskal cuma ada di Indonesia y ?
Aduh pemerintah kita mengapa engkau mengahambat kemajuan rakyatmu sendiri ?
denger2 kalo ke malaysia pake paspor sumatra ga kena fiskal ya ?
(*kok nanya terus sih, btw met traveling)
Post a Comment