SENO Gumira Adjidarma telah memotong senja itu untuk pacarnya, Alina.
Membungkus angin, debur ombak, matahari terbenam, burung-burung, pasir yang basah, siluet batu karang, perahu yang tampak dari kejauhan dan tentu saja cahaya keemasan.
Dikeratnya senja itu dalam sisi segi empat, lalu dimasukkan ke saku dan dibawa pulang. Meski dikejar polisi dan diburu banyak orang, potongan senja tak juga diserahkan. Dia terus berlari dengan potongan senja yang tersembunyi di saku. Untuk Alina seorang.
Tak ada lagi senja kemerahan. Hanya tinggal hitam dan pekat. Senja yang indah telah hilang untuk Alina seorang.
Hari itu aku mencari sisanya. Siapa tahu Alina belum mendapatkan semuanya. Bisa jadi Seno belum mengambil senja seutuhnya.
Kusibak satu demi satu bias ungu. Menyelami pantulan emas yang bergerak terbawa arus. Mencari batu-batu kemilau diantara pasir yang basah.
Aku menyukai senja sebagaimana aku kecanduan suara ombak dan bau gunung. Awalnya aku sempat tak percaya ketika semua buku motivasi dan inspirasi memasukkan senja sebagai salah satu cara untuk lebih bahagia dalam hidup.
"Meluangkan waktu beberapa menit setiap hari melihat matahari terbenam," begitu bunyi kalimat dalam buku-buku itu.
Tapi aku tak juga mengikuti cara sederhana itu. Selalu jauh kucari senja ke batas cakrawala. Mengabaikan senja dari celah jendela kamar.
Tak ku artikan juga pantulan senja pada kaca spion saat aku pulang dari pusat kota setiap harinya.
Hari itu aku sengaja mencari senja. Mencari sisa dari potongan yang telah diambil Seno untuk pacarnya, Alina.
Kubuat siluet dari tubuhku sendiri tuk menggantikan siluet karang yang telah hilang. Mencoba meniru senja yang sempurna dalam potongan empat sisi yang sempat kulihat sebelumhya.
Namun tetap tak bisa kuciptakan burung dan cahaya keemasan. Angin dan debur ombak nya pun telah berbeda. Matahari terbenam dan terbit lagi esok paginya dengan cara yang sama, tapi kenapa juga keindahannya tak bisa sama?
Masihkah ada senja dengan keindahan yang sama setelah dipotong bagian paling indahnya?
Pantas saja polisi dan orang-orang mengejar Seno dan ingin merebut potongan senja itu. Haruskah aku bergabung dengan mereka untuk mengambil kembali potongan senja?
Alina, aku tak yakin kamu menginginkan potongan senja itu.
*) Le Bridge, 15 Juli 2007
Membungkus angin, debur ombak, matahari terbenam, burung-burung, pasir yang basah, siluet batu karang, perahu yang tampak dari kejauhan dan tentu saja cahaya keemasan.
Dikeratnya senja itu dalam sisi segi empat, lalu dimasukkan ke saku dan dibawa pulang. Meski dikejar polisi dan diburu banyak orang, potongan senja tak juga diserahkan. Dia terus berlari dengan potongan senja yang tersembunyi di saku. Untuk Alina seorang.
Tak ada lagi senja kemerahan. Hanya tinggal hitam dan pekat. Senja yang indah telah hilang untuk Alina seorang.
Hari itu aku mencari sisanya. Siapa tahu Alina belum mendapatkan semuanya. Bisa jadi Seno belum mengambil senja seutuhnya.
Kusibak satu demi satu bias ungu. Menyelami pantulan emas yang bergerak terbawa arus. Mencari batu-batu kemilau diantara pasir yang basah.
Aku menyukai senja sebagaimana aku kecanduan suara ombak dan bau gunung. Awalnya aku sempat tak percaya ketika semua buku motivasi dan inspirasi memasukkan senja sebagai salah satu cara untuk lebih bahagia dalam hidup.
"Meluangkan waktu beberapa menit setiap hari melihat matahari terbenam," begitu bunyi kalimat dalam buku-buku itu.
Tapi aku tak juga mengikuti cara sederhana itu. Selalu jauh kucari senja ke batas cakrawala. Mengabaikan senja dari celah jendela kamar.
Tak ku artikan juga pantulan senja pada kaca spion saat aku pulang dari pusat kota setiap harinya.
Hari itu aku sengaja mencari senja. Mencari sisa dari potongan yang telah diambil Seno untuk pacarnya, Alina.
Kubuat siluet dari tubuhku sendiri tuk menggantikan siluet karang yang telah hilang. Mencoba meniru senja yang sempurna dalam potongan empat sisi yang sempat kulihat sebelumhya.
Namun tetap tak bisa kuciptakan burung dan cahaya keemasan. Angin dan debur ombak nya pun telah berbeda. Matahari terbenam dan terbit lagi esok paginya dengan cara yang sama, tapi kenapa juga keindahannya tak bisa sama?
Masihkah ada senja dengan keindahan yang sama setelah dipotong bagian paling indahnya?
Pantas saja polisi dan orang-orang mengejar Seno dan ingin merebut potongan senja itu. Haruskah aku bergabung dengan mereka untuk mengambil kembali potongan senja?
Alina, aku tak yakin kamu menginginkan potongan senja itu.
*) Le Bridge, 15 Juli 2007
2 comments:
Aku menyimpan sepotong senja yang ilang itu loh. Aku simpan di loker mesjid.
ah, senja kan keindahan yg kadang menyakitkan. sebab ia keindahan yang cm benatr. apalagi kalo kita tahu, senja yg kita lihat adl senja terakhir.
Post a Comment