Rilis terbaru dari Guinness Book of Record menyebutkan : Indonesia merupakan negara penghancur hutan nomor satu di dunia. Memang bukan hal yang bijak untuk langsung percaya, tapi juga akan menjadi sangat bodoh jika kita mengabaikannya. Bentuk kepedulian orang bisa beragam. Bagi seorang jurnalis tentu lewat tulisan, apalagi jika jurnalis itu berkecimpung di isu lingkungan.
Meski saat ini saya tidak "mengurusi" soal lingkungan, kecanduan saya pada segala bentuk keindahan alam - termasuk hutan - membuat saya tidak rela jika keindahan itu harus rusak dan hilang.
Jujur, saya belum pernah masuk ke dalam hutan 'yang sebenar-benarnya'. Sebuah hutan yang benar-benar lembab, basah, heterogen, penuh dengan tumbuhan langka dan binatang buas. Perjalanan saya menembus hutan baru sebatas pada hutan-hutan di lereng pegunungan, yang tentu saja sudah sangat ' beradab'.
Itu pun masih bisa dibilang sebagai bonus. Lahir dan besar di Pulau Jawa, membuat saya cukup puas mengenal hutan homogen yang hanya ditumbuhi pohon Jati di daerah Ngawi dan Madiun. Di lereng Gunung Lawu, hutan pun tampil sangat anggun dengan hanya pohon cemara - yang selalu mengepulkan asap setiap kemarau tiba.
Iri rasanya menyimak perjalanan si Butet Manurung yang menjadikan belantara Jambi dan Suku Anak Dalam sebagai bagian dari keseharian. Saya yakin situasinya berbeda dengan belantara Baduy dan suku Baduy Dalam yang sudah cukup populer sebagai obyek wisata.
Masih terus saya tunggu kesempatan untuk bermalam di tengah rimba Borneo atau Papua. Tentu saya tidak rela jika semuanya rusak sebelum saya berkesempatan melihatnya.
Selamatkan hutan untuk kita semua dan untuk lingkungan.
photograph by Dananjoyo Kusumo, Pemuda 34, Jakarta
payung CIFOR "Forest for People & Environment" dari workshop untuk Jurnalis tentang Climate Change oleh WWF, awal Mei 2007
Meski saat ini saya tidak "mengurusi" soal lingkungan, kecanduan saya pada segala bentuk keindahan alam - termasuk hutan - membuat saya tidak rela jika keindahan itu harus rusak dan hilang.
Jujur, saya belum pernah masuk ke dalam hutan 'yang sebenar-benarnya'. Sebuah hutan yang benar-benar lembab, basah, heterogen, penuh dengan tumbuhan langka dan binatang buas. Perjalanan saya menembus hutan baru sebatas pada hutan-hutan di lereng pegunungan, yang tentu saja sudah sangat ' beradab'.
Itu pun masih bisa dibilang sebagai bonus. Lahir dan besar di Pulau Jawa, membuat saya cukup puas mengenal hutan homogen yang hanya ditumbuhi pohon Jati di daerah Ngawi dan Madiun. Di lereng Gunung Lawu, hutan pun tampil sangat anggun dengan hanya pohon cemara - yang selalu mengepulkan asap setiap kemarau tiba.
Iri rasanya menyimak perjalanan si Butet Manurung yang menjadikan belantara Jambi dan Suku Anak Dalam sebagai bagian dari keseharian. Saya yakin situasinya berbeda dengan belantara Baduy dan suku Baduy Dalam yang sudah cukup populer sebagai obyek wisata.
Masih terus saya tunggu kesempatan untuk bermalam di tengah rimba Borneo atau Papua. Tentu saya tidak rela jika semuanya rusak sebelum saya berkesempatan melihatnya.
Selamatkan hutan untuk kita semua dan untuk lingkungan.
photograph by Dananjoyo Kusumo, Pemuda 34, Jakarta
payung CIFOR "Forest for People & Environment" dari workshop untuk Jurnalis tentang Climate Change oleh WWF, awal Mei 2007
1 comments:
nice blog...
Post a Comment