"Ada tiga kelompok orang yang datang di tempat bencana : relawan, kontestan, dan wisatawan" demikian sebuah satire yang berkembang di sebagaian masyarakat. Saya pun tercekat. Kegelisahan yang senantiasa hadir usai keluar dari lokasi bencana : Akankah saya masuk dalam kategori wisatawan?
Saya jelas bukan relawan. Bukan bagian tim search and rescue atau kelompok tim sukarelawan yang berusaha sekuat tenaga melakukan upaya penyelamatan pada korban. Ketika telah ditemukan seorang korban yang terluka parah, saya pun bukan seorang yang memiliki ketrampilan untuk melakukan tindakan perawatan dan pengobatan.
Kelompok kedua "peramai hajatan bencana" hampir bisa dipastikan para kontestan. Bisa kontestan Pemilu, Pilkada, maupun kontestan ajang popularitas lainnya. Partai politik senantiasa bertindak cepat ketika sebuah bencana datang. Mereka mendirikan posko dan memberikan bantuan pada masyarakat. Lengkap dengan berbagai umbul-umbul dan bendera partai.
Pada musibah banjir yang menimpa Jakarta, suasana juga dimeriahkan oleh kontestan Pilkada yang akan digelar tahun ini. Agum Gumelar, Fauzi Bowo, Sarwono Kusumaatmadja, Adang Dorodjatun, Faisal Basri, hingga Rano Karno, semuanya berlomba melakukan yang terbaik. Sementara untuk kontestan ajang popularitas diisi oleh para selebritis yang senantiasa diikuti puluhan kamera dalam setiap gerak langkahnya. Mereka melakukan bakti sosial, membagi nasi dan pakaian.
Sebuah fenomena yang sebenarnya sangat beralasan. Di saat segala sendi kehidupan bangsa ini masih didasarkan pada kemenangan popularitas. Setiap orang yang memiliki kepentingan dalam kehidupan politik hanya butuh untuk populer dan mendapat simpati dari rakyat.
Kelompok yang terakhir adalah wisatawan. Mereka adalah sebagaian besar masyarakat yang datang hanya untuk melihat, memotret, atau merekam. Memenuhi rasa penasaran. Keinginan untuk melihat dengan mata kepala sendiri sebuah kondisi yang jarang terjadi. Suasana yang setiap hari digambarkan sangat nyata oleh semua stasiun televisi.
Dan kadang sayapun merasa saya masuk dalam kelompok ini...
*) Picture by Okky P. Madasari. Kampung Melayu, Jakarta
Saya jelas bukan relawan. Bukan bagian tim search and rescue atau kelompok tim sukarelawan yang berusaha sekuat tenaga melakukan upaya penyelamatan pada korban. Ketika telah ditemukan seorang korban yang terluka parah, saya pun bukan seorang yang memiliki ketrampilan untuk melakukan tindakan perawatan dan pengobatan.
Kelompok kedua "peramai hajatan bencana" hampir bisa dipastikan para kontestan. Bisa kontestan Pemilu, Pilkada, maupun kontestan ajang popularitas lainnya. Partai politik senantiasa bertindak cepat ketika sebuah bencana datang. Mereka mendirikan posko dan memberikan bantuan pada masyarakat. Lengkap dengan berbagai umbul-umbul dan bendera partai.
Pada musibah banjir yang menimpa Jakarta, suasana juga dimeriahkan oleh kontestan Pilkada yang akan digelar tahun ini. Agum Gumelar, Fauzi Bowo, Sarwono Kusumaatmadja, Adang Dorodjatun, Faisal Basri, hingga Rano Karno, semuanya berlomba melakukan yang terbaik. Sementara untuk kontestan ajang popularitas diisi oleh para selebritis yang senantiasa diikuti puluhan kamera dalam setiap gerak langkahnya. Mereka melakukan bakti sosial, membagi nasi dan pakaian.
Sebuah fenomena yang sebenarnya sangat beralasan. Di saat segala sendi kehidupan bangsa ini masih didasarkan pada kemenangan popularitas. Setiap orang yang memiliki kepentingan dalam kehidupan politik hanya butuh untuk populer dan mendapat simpati dari rakyat.
Kelompok yang terakhir adalah wisatawan. Mereka adalah sebagaian besar masyarakat yang datang hanya untuk melihat, memotret, atau merekam. Memenuhi rasa penasaran. Keinginan untuk melihat dengan mata kepala sendiri sebuah kondisi yang jarang terjadi. Suasana yang setiap hari digambarkan sangat nyata oleh semua stasiun televisi.
Dan kadang sayapun merasa saya masuk dalam kelompok ini...
*) Picture by Okky P. Madasari. Kampung Melayu, Jakarta
0 comments:
Post a Comment