SUSAHNYA MELIHAT BIRUNYA LANGIT DI JAKARTA
Hari ini saya baru benar-benar menyadari bahwa langit Jakarta tidak berwarna biru. Selama ini, saya cuma menganggap bahwa program langit biru yang digagas Gubernur Sutiyoso hanya gerakan kampanye normatif saja untuk mengurangi polusi di Jakarta. Begitu juga ketika tadi di balaikota ada tamu dari Korea yang katanya akan memberikan bantuan untuk mewujudkan program langit biru di Jakarta. Tapi sekarang, saya benar-benar berani bicara bahwa langit Jakarta tidak berwarna biru. Ini bukan kiasan atau hiperbola. Tapi kata-kata yang menunjukkan keadaan sebenarnya.
Dua minggu lalu, saya menyempatkan pulang ke Magetan melalui Jogja dengan menggunakan kereta api. Sepanjang perjalanan, hati saya bersorak menyaksikan hamparan hijau sawah dan birunya langit. Di Jogja, walaupun tingkat polusi sudah sangat tinggi, saya juga masih bisa melihat bahwa langit memang diciptakan berwarna biru.
Di sepanjang perjalanan Jogja - Magetan melalui Solo, Sragen, Ngawi, saya juga benar-benar menikmati karya Ilahi yang dibuat dengan lukisan biru ini. Di Magetan, jangan ditanya. Semuanya masih bertahan dengan keperawananya.
Saya semakin merindukan birunya langit di berbagai tempat yang pernah saya singgahi. Seperti Dieng atau sepanjang pantai di laut selatan mulai dari Wedi Ombo, Kukup, Krakal, Parangtritis, hingga Pangandaran.
Sementara, di pantai Ancol, Jakarta, langitnya pun sudah tidak berwarna biru. Mungkin bisa dikatakan di Jakarta langitnya sudah berwarna abu-abu.
Hiruk pikuk Jakarta dengan segala aktivitasnya memang telah merubah segalanya. Termasuk sesuatu yang telah ada bersamaan dengan hadirnya alam.
0 comments:
Post a Comment