ADAM AIR melalui Kompas edisi Senin (22/1), mengumumkan rekrutmen pramugari dan pramugara. Syaratnya tak terlalu berat : lulusan SMU atau yang sederajat, bertinggi minimal 165 cm untuk perempuan dan 170 untuk laki-laki, bisa berenang, dan tidak berkacamata. Ukuran iklannya tak lebih dari 10x15 cm. Berwarna hitam putih. Benar-benar 'sangat biasa' dan 'tidak istimewa' jika dibandingkan dengan tampilan iklan lowongan pekerjaan perusahaan nasional dan multinasional yang biasa menghiasi Kompas di setiap akhir pekan.
Tapi toh iklan tersebut cukup menyita perhatian saya- dan saya yakin juga ribuan pembaca lainnya. Apalagi kalau bukan karena raibnya Adam Air di wilayah perairan Majene. Iklan tersebut keluar ketika pencarian pesawat memasuki minggu keempat. Bersamaan dengan hari keluarnya iklan, direksi Adam Air tengah memberikan klarifikasi kepada anggota Komisi V DPR RI. Saya tidak akan membahas soal kasus kecelakaan, manajemen transportasi, kesalahan informasi, atau soal Bakri yang pertama kali berhasil menemukan serpihan sayap bagian belakang. Sudan 'bosan' rasanya membahas soal itu. Jurnal Nasional rasanya juga sudah habis membahas secara mendalam ihwal "Sang Adam yang Terjebak Hawa", apalagi tulisan saya soal salah informasi sempat mendapapat tanggapan cepat dari pihak lanud Hasanuddin.
Peristiwa Adam Air, membuat saya ingin bercerita soal pesawat lain - Lion Air - yang saya tumpangi dari Pekanbaru, Riau ke Jakarta pertengahan Desember. Pesawat yang harusnya berangkat jam 16.45 delay hingga jam 01.00. Awalnya pihak Lion Air tidak mau mengemukakan penyebab penerbangan ditunda. Jam 17.30 ada pengumuman dari petugas bandara, pesawat ditunda pukul 19.00. Calon penumpang, termasuk saya, hanya mengungkapkan kekesalan seadanya - toh cuma ditunda dua jam.
Tepat jam 18.30, ada pengumuman lagi dari petugas, pesawat ditunda jam 23.00. Kekesalan dan kekecewaan calon penumpang tak tertahan lagi. Berbondong-bondong penumpang menuju ke kantor perwakilan Lion Air. Ada yang menanyakan tiket pengganti, biaya ganti rugi, hingga meminta angkutan pengganti dari Bandara Soekarno Hatta ke rumah masing-masing. "Saya tinggal di Bogor, jam segitu sudah tidak ada angkutan dari Bandara ke rumah saya," kata salah seorang penumpang.
Pihak Lion berjanji akan menyediakan transportasi dari Bandara Soekarno Hatta. Namun, tidak ada biaya ganti rugi yang akan diberikan. Pihak Lion hanya akan menanggung makan malam calon penumpang. "Sekarang sedang dipesankan Mc Donalds," kata petugas Lion Air.
Jawaban yang tak memuaskan. Hanya ada dua pilihan : membatalkan terbang dan diganti dengan tiket untuk keesokan hari atau menunggu lima jam di bandara. Beberapa orang tampak langsung menukar tiket. Kebanyakan adalah orang asli Pekanbaru, sehingga bisa kembali ke rumah masing-masing.
Detik-detik menunggu terasa menegangkan. Semua gerai dan restoran di bandara tutup tepat pukul 18.00. Sebagian lampu juga telah dimatikan. Hanya beberapa petugas bandara yang terpaksa bertahan karena masih ada ratusan manusia yang sedang 'keleleran'.
Situasi yang cukup mengherankan. Bukankah setiap hendak naik pesawat setiap calon penumpang juga wajib membayar airport tax? di Bandara Pekanbaru ini, pajak yang harus dibayar Rp 25 ribu. Lalu kenapa dalam keadaan seperti ini tak ada satupun restoran atau toko yang masih buka?
Akhirnya, janji makan malam dari pihak Lion Air datang juga. Bukan Mc Donalds, sebagaimana yang dijanjikan, tapi nasi bungkus dengan lauk daging rendang ditambah satu gelas aqua. Sangat mengecewakan, tapi di saat perut keroncongan, semua akan dilahap jua.
Pukul 23.00 lewat sudah. Semua orang makin gelisah. Dari jendela bandara tampak beberapa petugas mekanik memperbaiki bagian pintu pesawat. Belum ada tanda-tanda akan selesai. Calon penumpang mulai kehabisan kesabaran. Semua minta kepastian. Pihak Lion pun tak memberi banyak jawaban. "Sebentar lagi selesai," kata mereka setiap ada yang ditanyakan.
Akhirnya, tepat jam 01.00 penumpang diminta masuk ke pesawat. Pesawat siap untuk diterbangkan. Disambut dengan ucapan selamat malam dari pramugari yang tampak kelelahan dan mengantuk. Proses take off pun sangat lama. Semua orang menjadi makin tegang. Lima menit..10 menit..15 menit ..wuss..akhirnya pesawat terbang juga....
*) Picture by Okky P. Madasari. Pekanbaru, Riau.
Tapi toh iklan tersebut cukup menyita perhatian saya- dan saya yakin juga ribuan pembaca lainnya. Apalagi kalau bukan karena raibnya Adam Air di wilayah perairan Majene. Iklan tersebut keluar ketika pencarian pesawat memasuki minggu keempat. Bersamaan dengan hari keluarnya iklan, direksi Adam Air tengah memberikan klarifikasi kepada anggota Komisi V DPR RI. Saya tidak akan membahas soal kasus kecelakaan, manajemen transportasi, kesalahan informasi, atau soal Bakri yang pertama kali berhasil menemukan serpihan sayap bagian belakang. Sudan 'bosan' rasanya membahas soal itu. Jurnal Nasional rasanya juga sudah habis membahas secara mendalam ihwal "Sang Adam yang Terjebak Hawa", apalagi tulisan saya soal salah informasi sempat mendapapat tanggapan cepat dari pihak lanud Hasanuddin.
Peristiwa Adam Air, membuat saya ingin bercerita soal pesawat lain - Lion Air - yang saya tumpangi dari Pekanbaru, Riau ke Jakarta pertengahan Desember. Pesawat yang harusnya berangkat jam 16.45 delay hingga jam 01.00. Awalnya pihak Lion Air tidak mau mengemukakan penyebab penerbangan ditunda. Jam 17.30 ada pengumuman dari petugas bandara, pesawat ditunda pukul 19.00. Calon penumpang, termasuk saya, hanya mengungkapkan kekesalan seadanya - toh cuma ditunda dua jam.
Tepat jam 18.30, ada pengumuman lagi dari petugas, pesawat ditunda jam 23.00. Kekesalan dan kekecewaan calon penumpang tak tertahan lagi. Berbondong-bondong penumpang menuju ke kantor perwakilan Lion Air. Ada yang menanyakan tiket pengganti, biaya ganti rugi, hingga meminta angkutan pengganti dari Bandara Soekarno Hatta ke rumah masing-masing. "Saya tinggal di Bogor, jam segitu sudah tidak ada angkutan dari Bandara ke rumah saya," kata salah seorang penumpang.
Pihak Lion berjanji akan menyediakan transportasi dari Bandara Soekarno Hatta. Namun, tidak ada biaya ganti rugi yang akan diberikan. Pihak Lion hanya akan menanggung makan malam calon penumpang. "Sekarang sedang dipesankan Mc Donalds," kata petugas Lion Air.
Jawaban yang tak memuaskan. Hanya ada dua pilihan : membatalkan terbang dan diganti dengan tiket untuk keesokan hari atau menunggu lima jam di bandara. Beberapa orang tampak langsung menukar tiket. Kebanyakan adalah orang asli Pekanbaru, sehingga bisa kembali ke rumah masing-masing.
Detik-detik menunggu terasa menegangkan. Semua gerai dan restoran di bandara tutup tepat pukul 18.00. Sebagian lampu juga telah dimatikan. Hanya beberapa petugas bandara yang terpaksa bertahan karena masih ada ratusan manusia yang sedang 'keleleran'.
Situasi yang cukup mengherankan. Bukankah setiap hendak naik pesawat setiap calon penumpang juga wajib membayar airport tax? di Bandara Pekanbaru ini, pajak yang harus dibayar Rp 25 ribu. Lalu kenapa dalam keadaan seperti ini tak ada satupun restoran atau toko yang masih buka?
Akhirnya, janji makan malam dari pihak Lion Air datang juga. Bukan Mc Donalds, sebagaimana yang dijanjikan, tapi nasi bungkus dengan lauk daging rendang ditambah satu gelas aqua. Sangat mengecewakan, tapi di saat perut keroncongan, semua akan dilahap jua.
Pukul 23.00 lewat sudah. Semua orang makin gelisah. Dari jendela bandara tampak beberapa petugas mekanik memperbaiki bagian pintu pesawat. Belum ada tanda-tanda akan selesai. Calon penumpang mulai kehabisan kesabaran. Semua minta kepastian. Pihak Lion pun tak memberi banyak jawaban. "Sebentar lagi selesai," kata mereka setiap ada yang ditanyakan.
Akhirnya, tepat jam 01.00 penumpang diminta masuk ke pesawat. Pesawat siap untuk diterbangkan. Disambut dengan ucapan selamat malam dari pramugari yang tampak kelelahan dan mengantuk. Proses take off pun sangat lama. Semua orang menjadi makin tegang. Lima menit..10 menit..15 menit ..wuss..akhirnya pesawat terbang juga....
*) Picture by Okky P. Madasari. Pekanbaru, Riau.
0 comments:
Post a Comment