Tindak pidana korupsi yang melibatkan Kepala Daerah selama tahun 2005, berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) mencapai 103 kasus. Dari jumlah tersebut, hingga saat ini telah diproses secara hukum sebanyak 53 Kepala Daerah sesuai izin yang telah dikeluatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Ini berarti masih ada 30 Kepala Daerah yang belum diperiksa atau tidak diusut perkara dugaan korupsinya karena belum ada izin pemeriksaan. Dalam UU tentang Pemerintahan Daerah maupun UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, disebutkan perlunya izin Presiden bagi Kepala Daerah dan anggota DPR RI yang akan diperiksa sebagai saksi atau tersangka korupsi. Sementara pemeriksaan bagi anggota DPRD memerlukan izin dari Gubernur. Izin pemeriksaan yang sudah dikeluarkan untuk pemeriksaan sebagai saksi tidak bisa digunakan kembali saat Kepala Daerah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka. Itu berarti izin pemeriksaan harus diajukan kembali kepada Presiden dengan status sebagai Proses penantian terhadap izin yang terlalu lama, seringkali membuat masyarakat dan aparat di daerah tidaksabar. Akibatnya, berkas perkara segera dilimpahkan ke pengadilan tanpa melibatkan Kepala Daerah
Proses keluarnya izin pemeriksaan Presiden yang cukup lama tidak semata-mata disebabkan
Presiden tidak mengizinkan Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diperiksa. juga kemungkinan aparat penegak hukum di daerah sengaja melakukan kebohongan. Karena ada kepentingan tertentu, aparat hukum di daerah mengatakan sudah mengajukan izin pemeriksaan walaupun sebenarnya belum diajukan. Aparat penegak hukum di daerah juga sering berlindung di balik prosedur izin pemeriksaan untuk menunda-nunda, bahkan memeti-eskan suatu kasus korupsi. Anggota Badan Pekerja ICW, Adnan Topan Husodo mengungkapkan, izin pemeriksaan sangat bertentangan dengan asas kesetaraan dan kesamaan dalam hukum. “Tujuannya sangat jelas, yaitu untuk melakukan proteksi terhadap pelaku korupsi,” ujarnya. Data ICW menunjukkan, ketika Presiden Megawati berkuasa, tidak ada satu pun izin pemeriksaan Kepala Daerah yang dikeluarkan. Di masa pemerintahan sekarang, SBY telah mengeluarkan beberapa izin pemeriksaan, meskipun masih ada juga yang belum. Meski demikian, Adnan mengatakan bahwa dikeluarkannya izin pemeriksaan oleh SBY bukanlah bentuk prestasi, melainkan kewajiban karena telah diatur UU. “Justru jika izin tidak dikeluarkan, Presiden telah menghambat pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Menurut Adnan, jika SBY berkomimen untuk memberantas korupsi harusnya peraturan yang mengharuskan adanya izin pemeriksaan ditinjau ulang. “Tidak ada jaminan dengan adanya izin pemeriksaan proses hukum akan berjalan cepat dan tanpa masalah,” katanya. Adnan mengungkapkan, izin pemeriksaan membuat hukum hanya mampu menyentuh level-level pelaksana hingga sebatas pimpinan proyek. Padahal, seorang Kepala Daerah merupakan penanggung jawab dari seluruh kegiatan yang menggunakan anggaran daerah.
Dalam setiap tindakan korupsi di daerah, kecil kemungkinan Kepala Daerah tidak mengetahuinya,” tegas Adnan. Meski demikian, Adnan mengakui keterlibatan Kepala Daerah dalam sebuah tindakan korupsi seringkali tidak bisa dibuktikan secara hukum. Kepala Daerah biasanya hanya membuat instruksi, rekomendasi atau memo yang sifatnya personal dan tidak berkekuatan hukum. Faktor ini juga mengakibatkan hanya level pelaksana yang terbukti melakukan kesalahan. “Padahal pada level pelaksana sangat kecil seseorang melakukan tindakan tanpa adanya instruksi,” lanjutnya. Izin pemeriksaan dari Presiden hanya diperlukan jika sebuah kasus di proses di Pengadilan Umum. Jika kasus dilimpahkan pada KPK untuk kemudian diproses di Pengadilan Tipikor, izin dari Presiden tidak diperlukan. Proses di pengadilan Tipikor juga lebih cepat dibandingkan proses di pengadilan umum. Masalahnya, tidak semua kasus di daerah ditangani oleh KPK. Faktornya antara lain, ketiadaan KPK di daerah dan keterbatasan sumber daya di KPK itu sendiri.
Menurut Adnan, Yang harus dilakukan sekarang adalah memperkuat fungsi dan peran aparat hukum di daerah. “Tugas KPK sebenarnya tidak hanya menguak kasus korupsi, namun juga menjadi supervisor dari aparat penegak hukum,” tegasnya. SBY juga sudah pernah menyampaikan kepada KPK untuk tidak ragu-ragu mengambil alih kasus-kasus korupsi di daerah yang ditangani kejaksaan atau kepolisian, namun akhirnya macet dan tak terselesaikan. Sayang, menurut Adnan, fungsi yang kedua ini belum dimaksimalkan. Tindakan pengawasan KPK baru berupa mengirim. Padahal, KPK berhak untuk mengarahkan, mempertanyakan bahkan mendesak sebuah kasus korupsi segera diselesaikan. “Kalau perlu KPK bisa mengajak aparat di daerah untuk melakukan gelar perkara bersama,” ungkapnya
Okky P. Madasari (Jurnas, 10 November 2006)
Thursday, November 16, 2006
Izin Pemeriksaan Menghambat Pemberantasan Korupsi
Jakarta Jurnal Nasional
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment