Senin (12/6), waktu menunjukkan pukul 16.00 saat kami tiba di telaga Sarangan. Telaga indah yang terletak di lereng lawu bagian timur ini akan menjadi tempat transit sebelum melanjutkan perjalanan indah dari Magetan, sebuah kota kecil di Jawa Timur menuju Jogja melalui gunung Lawu.
Hawa dingin terasa menusuk tulang. Sebenarnya, dinginya udara sudah terasa sebelum tiba di telaga Sarangan. Tepatnya setelah meninggalkan pusat kecamatan Plaosan, di tengah jalan yang mulai menanjak tajam, konsentrasi kami terpecah antara indahnya alam dan tubuh yang mulai menggigil.
Kesempatan transit di Telaga Sarangan kami manfaatkan untuk menikmati secangkir teh hangat sambil memandang ke arah telaga yang airnya menyiratkan aroma kedamaian. Suara kapal boat memecah keheningan. Meski demikian, suara yang agak bising tersebut tak sampai merusak aura keindahan yang ada.
Setelah merasa tubuh lebih hangat, kami memutuskan mengelilingi telaga. Hijaunya hutan pinus di sekeliling telaga berbaur dengan kabut yang mulai turun, menambah kesempurnaan lukisan Ilahi di perbatasan Jawa Timur-Jawa Tengah ini. Pun dengan air telaga yang masih cukup pasang di awal bulan Juni. Hmmm... rasanya Kyai Pasir dan Nyai Pasir yang disebut sebagai pembuat telaga dulu tidak pernah membayangkan hasil karyanya akan menjadi tempat yang sedemikian memikat.
Berkeliling telaga sepanjang lebih kurang lima kilometer tentu sangat menguras tenaga.Tapi impas dengan sensasi yang didapat. Kedamaian, perasaan dekat denganNya, dan senyum yang selalu tersungging karena sudah tak mampu lagi mengucapkan pujian.
Toh, bagi yang masih malas berjalan kaki, menyewa kuda seharga Rp 15.000 bisa menjadi alternatif. Kami memilih menggunakan sepeda motor saja.
Menyadari waktu terus berjalan, sementara perjalanan masih panjang, kami putuskan untuk segera meninggalkan telaga yang juga disebut telaga pasir ini.
Kami meneruskan perjalanan, melalui jalan yang lebih curam.Jalan tembus Magetan-Karang anyar yang masih dalam tahap perbaikan memerlukan keberanian dan kecermatan tersendiri. Sekali lengah atau salah rem, nyawa taruhannya.
Terlebih, saat itu kabut sudah mulai menebal. jarak pandang tidak sampai 1/2 meter. Dan waktu yang menjelang petang membuat jalan ini sangat sepi. Bisa dibilang kamilah satu-satunya penghuni jalan.
Keadaan makin parah ketika masuk wilayah Tawangmangu, Karanganyar. Tapi bagi kami, dan anda semua perlu mencoba, suasana saat itu sangat menakjubkan. Kami seperti berjalan di atas awan, di sebuah dunia lain,sebuah sensasi yang sangat indah......
Meninggalkan Tawangmangu, kabut mulai berkurang. kami meneruskan perjalanan melalui Karanganyar, Solo, Klaten, hingga tiba di Jogja pada pukul 20.00.
Ada perasaan kehilangan...Merasa telah kembali ke kehidupan nyata... ke berbagai rutinitas dan aktivitas.........sedih memang... tapi hidup harus terus berjalan...
Friday, June 16, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
magetan oh magetan.... salam blogger mbak :-). tulisane keren abis !!
Post a Comment